Akhirnya Indonesia dan Cina telah menandatangani 23 kesepakatan kerja sama untuk sejumlah proyek di bawah panji kebijakan luar negeri pemerintah Cina yang dikenal sebagai One Belt One Road (OBOR) atau Belt Road Initiative (BRI). Sejumlah Memorandum of Understanding (MoU) yang ditandatangani itu dilakukan dengan skema business to business (B-to-B) oleh para pebisnis dari kedua negara. Seperti dilaporkan harian Bisnis dan Kompas, penandatanganan MoU dilakukan dalam acara Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Kedua BRI yang dilangsungkan pada 25-27 April di Beijing, Cina. Pemerintah Indonesia sendiri memproyeksikan 30 proyek di keempat koridor tersebut, dengan nilai investasi diperkirakan mencapai 91,1 miliar dolar AS. (Antaranews)
Menurut Bisnis, lima dari 23 proyek yang ada total nilainya mencapai sekitar $14,21 miliar. Lima proyek tersebut adalah proyek PLTA Kayan ($1,5 miliar), investasi pengolahan limbah ($3 miliar), PLTA Salo Pebatua ($560 juta), pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) seluas 31.000 Ha ($9 miliar), dan proyek industri perikanan terintegrasi di Pulau Seram, Maluku ($150 juta). Ada empat koridor yang telah dialokasikan untuk proyek OBOR tersebut yaitu di Sumatera Utara, Kalimantan Utara, Sulawesi Utara dan Pulau Bali, dengan jumlah populasi keempat provinsi ini di atas 30 juta orang. Setiap proyek BRI diharapkan dapat mengurangi tingkat kemiskinan, salah satunya melalui terbukanya peluang kerja lokal. Benarkah OBOR menguntungkan Indonesia? Ataukah justru menjadikan Indonesia sebagai jajahan baru dan bertekuk lutut dalam hegemoni China secara politik dan ekonomi?
Lanjutan >>
0 Komentar