Oleh : Muhammad Amilurrohman
Pengamat Sosial Politik
Dulu kita menyangka, perubahan bisa kita lakukan secara bertahap. Masuk parlemen, hasilkan satu persatu produk undang-undang yang bernafaskan Islam meski tidak perlu menyebut label Islam. Kenyataannya, apa yang merupakan hasil dari perjuangan perubahan secara bertahap satu persatu dibredel dan dilemahkan. Setelah pencabutan Perda miras dan perda Perda Syariah yang dimulai sejak tahun 2016. Kini telah diupayakan penerapan revisi UU KPK yang banyak pengamat menilai akan memandulkan peran KPK memberantas korupsi di Indonesia. Suatu kejahatan yang disepakati oleh seluruh lapisan masyarakat bahkan jajaran pejabat!
Dulu kita mengira, perbaikan individu individu akan otomatis memperbaiki kerusakan masyarakat berbangsa dan bernegara. Perbaikan akhlaq, hati dan ibadah maghdoh betul-betul digencarkan. Tapi bersamaan dengan itu, semakin banyak tayangan-tayangan yang mengumbar aurat , semakin mudahnya konten porno diakses melalui internet, tidak adanya edukasi pergaulan Islam di dalam kurikulum dan tiadanya sanksi atas perzinahan asal dilakukan suka sama suka dan tidak ada laporan dari pasangan yang sah atau walinya. Maka, gerakan perbaikan selalu kalah bersaing, sebab gerakan ini hanya bertumpu pada individu dan ormas, sementara perusakan didukung oleh sistem negara kita. Apalagi kemudian, lolosnya disertasi yang memberikan keabsahan hubungan seksual non marital dengan dalih Malikul Yamin, penggemar zina semakin mendapatkan angin karena merasa legal baik di mata hukum maupun di mata agama!
Dulu kita merasa yakin, perubahan itu akan terjadi ketika sosok yang muslim dan adil memimpin negeri ini. Seakan kita lupa, orang-orang yang sekarang ini memimpin adalah orang yang dahulunya dinilai sebagai muslim yang adil dan taat. Tiba-tiba kemudian negeri ini merindukan sosok Soeharto dan Soekarno, padahal beliau-beliau pun jatuh atas kehendak rakyat yang menilai ujung kepemimpinannya tidak lagi adil dan cenderung dzalim diktator! Bahkan sosok Prabowo yang digadang-gadang rakyat dan ulama, timbul tenggelam bersama rakyat, toh tidak bisa bertahan untuk melawan segala macam bentuk kecurangan apalagi merealisasikan janji-janji kampanyenya andaikan ia benar-benar diangkat jadi pemimpin. Malah kemudian partainya menuduh khilafah dibalik gagalnya Prabowo jadi presiden, Sungguh sangat keji!
Meski demikian, semangat perubahan muslim Indonesia masihlah tetap besar. Hijrahnya para artis ke jalan Islam hingga banyaknya muallaf dari akar rumput hingga artis, adalah sesuatu yang patut kita syukuri tapi tetap harus senantiasa kita evaluasi. Sebab, para sahabat pun telah melalui fase-fase tersebut di Mekkah, hijrah dari agama jahiliah menuju agama tauhid, hijrah menuju pergaulan yang sehat yang tidak merendahkan wanita dan membunuh bayi-bayi wanita, hijrah menjadi anak yang berbakti dan menjadi pribadi-pribadi yang sami'na wa a'tho'na atas apa saja yang disampaikan oleh Rasulullah. Namun kita semua menyadari, seluruh tingkatan hijrah tersebut tidaklah menghalangi orang-orang kafir mencela agama Islam, melecehkan bahkan menyiksa para pemeluknya.
Dan yang harus kemudian kita catat, dengan segala kualitas hijrah para sahabat yang luar biasa, cobaan semakin berat hingga orang yang sangat disayangi Rasul, yakni Abu Thalib dan Khadijah meninggal akibat puncak cobaan yang ditimpakan kafir Quraisy kepada muslimin berupa pemboikotan total. Maka demikianlah pula dengan diri kita! Dengan segala kualitas hijrah kita yang masih jauh dari kualitas hijrahnya sahabat, cobaan itu pun akan semakin berat. Sangat mungkin terjadi ujung dari cobaan itu memaksa kita kehilangan orang yang kita sayangi dan cintai. Tapi inilah proses Menuju Puncak Klimaks.
Munculnya kebijakan kenaikan tarif BPJS, penanganan yang begitu lambat atas korban bencana alam termasuk bencana asap yang dialami oleh saudara kita di Riau, digodoknya peraturan pelarangan penyebaran ajaran Khilafah, dihapusnya ajaran jihad di madrasah dan berbagai macam kebijakan-kebijakan dzalim lainnya merupakan wajah kekuasaan yang semakin represif. Bagi rezim yang represif, asal itu bersebrangan dengan kepentingannya akan dipukul dan asal itu sesuai dengan kepentingannya akan didukung. Jika ditanya kenapa ini dipukul itu didukung, rezim represif bisa ngomong dengan nalar sekenanya bahkan tanpa otak sekalipun!
Kerusakan ini telah berjalan menuju puncak klimaks. Seiring dengan itu, akan berguguran harapan perubahan secara bertahap, akan berguguran harapan perubahan secara individual, akan berguguran harapan perubahan yang hanya mengandalkan sosok semata-mata, bahkan akan berguguran harapan mencari keadilan melalui pintu pengadilan karena hukum pun berjalan mandul. Kemanakah kemudian kita berharap? Bukankah hanya kepada Allah sajalah satu-satunya kita berharap? Dan Allah telah mengajarkan kepada kita melalui keteladanan dakwah rasulullah semasa periode Mekkah
1. Rasul tidak menerima kekuasaan yang bersyarat. Padahal dengan itu setidaknya rasul bisa melakukan perubahan secara bertahap.
2. Rasul tidak hanya mencukupkan diri pada perubahan individual dengan hijrahnya para sahabat meninggalkan agamanya dan tradisi jahiliahnya. Beliau bersama para sahabat tetap bersama sama menyampaikan dakwah di tengah-tengah masyarakat
3. Kerasulan Muhammad dengan Akhlaq nya yang mulia toh tetap tidak mampu membuat segenap orang Quraisy otomatis mengimani dan menerima risalahnya. Rasul tetap membutuhkan kekuasaan sehingga Allah menuntun beliau berdoa
(وَقُل رَّبِّ أَدۡخِلۡنِی مُدۡخَلَ صِدۡقࣲ وَأَخۡرِجۡنِی مُخۡرَجَ صِدۡقࣲ وَٱجۡعَل لِّی مِن لَّدُنكَ سُلۡطَـٰنࣰا نَّصِیرࣰا)
Dan katakanlah (Muhammad), ya Tuhanku, masukkan aku ke tempat masuk yang benar dan keluarkan (pula) aku ke tempat keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi-Mu kekuasaan yang dapat menolong(ku). [Al Isra 80]
Atas doa yang dipanjatkan ini, Allah kabulkan dengan hijrahnya suku aus dan khazraj dr Madinah. Suatu kaum yang tidak hanya hijrah aqidah melainkan juga hijrah politik berikut dengan pemimpinnya, dengan menyerahkan kekuasaan sepenuhnya kepada Rasulullah tanpa syarat apapun demi tegaknya risalah Islam di bumi Madinah. Inilah kekuasaan yang menolong. Dan itu bukanlah kekuasaan demokrasi yang selalu meminta syarat, melainkan kekuasaan Islam yang kemudian disebut dengan Khilafah.
Kondisi sosial masa nabi memang berbeda dengan zaman ini. Di masa nabi, kepemimpinan politik dan militer dipegang sepenuhnya oleh kepala qabilah. Maka hijrahnya Sa'ad bin Mu'adz tidak hanya sekedar hijrah aqidah melainkan juga hijrah politik. Di masa ini, politik dan militer dipisahkan. Pemimpin nya digilir dalam satu periode tertentu sehingga kekuatan kepemimpinan nya tidak benar-benar kuat. Hijrahnya salah seorang pemimpin tidaklah otomatis diikuti oleh orang orang yg dipimpinnya. Disinilah letak kesulitan menghimpun satu kekuatan yang bulat karena simpulnya telah diurai.
Meski demikian, ada satu kekuatan yang itu mampu menyatukan umat lintas gerakan lintas madzhab bahkan lintas agama untuk melakukan satu gerakan perubahan. Itulah kekuatan iman kaum muslimin Nusantara. Ketika Agama diusik, dan itu menyentuh hati segenap kaum muslimin, maka akan melahirkan kekuatan iman yang memanggil segenap kaum muslimin apapun latar belakang dan profesinya untuk menyatukan satu gerakan perubahan. Aksi 212 menjadi bukti realitas kekuatan ini. Dari aksi inilah seorang penista agama dengan segenggam kekuasaan di tangannya dipaksa untuk tidak bisa meneruskan masa jabatan dan harus menjalani hukuman.
Demikianlah kekuatan iman kaum muslimin masihlah menyimpan kekuatan yang luar biasa untuk melahirkan perubahan besar. Hanya saja, perubahan yang diinginkan kaum muslimin dengan kekuatan iman yang dimiliki masihlah berputar pada pergantian rezim. Padahal jelas rasulullah tidak menerima kekuasaan selain kekuasaan yang menolong, dan ciri-cirinya itu adalah kekuasaan tanpa syarat seperti yang diberikan oleh kaum Anshar. Karena rasul tidak hanya sekedar ingin berkuasa, melainkan ingin membentuk sistem kekuasaan yang bisa diwariskan kepada para sahabat dan muslimin selanjutnya. Maka begitu pula hijrah politik yang harus ditarget untuk diraih kaum muslimin di masa ini.
Untuk menyatukan umat melakukan hijrah politik sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah, dibutuhkan kekuatan iman yang lebih hebat daripada kekuatan untuk menghukum penista agama. Sentuhannya harus jauh lebih dalam dan sangat mengakar sehingga umat benar benar jengah dengan realitas sistem politik yang berjalan.
Sejatinya, kedzaliman dan kediktatoran yang semakin menggila akan mempercepat rezim ke puncak kejatuhan yang sedemikian dalam. Tapi kita ingin setelah kejatuhannya tidak diestafetkan kepada rezim selanjutnya sehingga kita terus menderita. Kita berharap kejatuhan rezim berikut dengan sistem politik yang terus menerus melahirkan penguasa yang lebih represif. Maka di sinilah peran penting penetrasi dakwah harus terus dilakukan.
Tuduhan demi tuduhan keji kepada ajaran khilafah dan penghapusan ajaran jihad dari kurikulum madrasah merupakan sebuah kejahatan. Iringilah kejahatan itu dengan penetrasi dakwah tentang kemuliaan ajaran khilafah dan jihad. Yakinlah, kejahatan tersebut akan terus berlanjut pada aspek aspek ajaran Islam lainnya. Tapi jika kita iringi dengan aktivitas dakwah - mengkaitkan banyak kedzaliman yang terjadi sebagai hasil dari sistem politik sekuler demokrasi - maka seiring dengan semakin meningkatnya kedzaliman seiring itu pula semakin meningkatnya kesadaran betapa pentingnya kita bongkar sistem politik kita.
Maka, janganlah kita merasa putus asa untuk terus berdakwah dan bertaqarrub. Meski kita melawan berbagai kedzaliman hanya dengan menyampaikan dakwah, maka begitupula lah Rasulullah bersama para sahabat menghadapi makar kafir Quraisy. Biarkanlah Allah yang akan mempertemukan kita pada momentum kedzaliman yang mana yang akan bisa memantik segenap iman di hati kaum muslimin lintas gerakan dan lintas madzhab, menyatukan rakyat dan militer di bawah komando ulama menuntut kejatuhan rezim yang tiran berikut dengan sistem politik yang melahirkan mereka. Momentum itulah makar Allah bagi orang-orang kafir dan munafik sekaligus pertolongan Allah bagi orang-orang yang beriman. Kita, tinggal bersabar terus menerus memantaskan diri dengan dakwah dan amal salih.
(إِنَّهُمۡ یَكِیدُونَ كَیۡدࣰا)(وَأَكِیدُ كَیۡدࣰا)(فَمَهِّلِ ٱلۡكَـٰفِرِینَ أَمۡهِلۡهُمۡ رُوَیۡدَۢا)
Sungguh, mereka (orang kafir) merencanakan tipu daya yang jahat. Dan Aku pun membuat rencana (tipu daya) yang jitu. Karena itu berilah penangguhan kepada orang-orang kafir itu. Berilah mereka itu kesempatan untuk sementara waktu.
[At Thariq 15-17]
(یَـٰۤأَیُّهَا ٱلَّذِینَ ءَامَنُوۤا۟ إِن تَنصُرُوا۟ ٱللَّهَ یَنصُرۡكُمۡ وَیُثَبِّتۡ أَقۡدَامَكُمۡ)
Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.
[Muhammad 7]
0 Komentar