PKAD—Melihat perkembangan perpolitikan Indonesia yang penuh dinamika. Pusat Kajian dan Analisis Data (PKAD) memiliki andil mengedukasi masyarakat. Diskusi daring dengan menghadirkan narasumber berkompenten dijamin anti garing. Insight #39 mengangkat tema:” JOKOWI PRABOWO 2024, BAGAIMANA NASIB RAKYAT DAN POLITIK INDONESIA?”, Rabu (23/6/2021).
Peneliti senior pusat penelitian politik LIPI, Prof. Dr. R. Siti Zuhro, MA, hadir memberikan ilmu dan pencerahanan mencerdaskan. Perspektif yang cukup menarik, mencerdaskan dan menggugah. Beliau mengajak agar sebagai warga negara tidak boleh ignoren (abai) terhadap nasib kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Kita sudah mengalami pemilu 2019 yang luar biasa. Pemilu serentak untuk pertama kalinya, dengan berharap ada banyak asumsi positif. Namun ternyata semua hanya sebatas asums. Bahkan 1000 lebih orang meninggal”, sesalnya.
Siti Zuhro berharap apa yang terjadi pada pemilu 2019 dapat dijadikan pelajaran sekaligus acuan dalam menata pemilu 2024 agar tak mengulang kegagalan yang sama.
“Dengan melihat betapa dampaknya yang luar biasa negatif. Bukan angin surga itu, tapi justru angin neraka”, tegasnya.
Lanjutnya, jika dipaksakan lagi di pemilu 2024, entah apa yang akan terjadi. Apa yang bisa diharapkan dari pemilu borongan ini. Sementara hari ini tengah menjalani era new normal sekaligus era disrupsi atau ketidakjelasan di segala sisi.
Lagi-lagi, semangat persatuan menjadi harapan penting hari ini. Sepakat dengan yang disampaikan narasumber pertama, Siti Zuhro juga berharap sila ketiga, Persatuan Indonesia, kita bunyikan. Usia Indonesia memasuki 76 tahun, ibarat manusia sudah manula, harusnya sudah bisa memetakan roadmap bagaimana pemilu 2024 bisa bangkit bersama-sama.
Beliau tegas mengatakan bahwa “Meskinya episodenya sekarang ini tidak muncul wacana 3 periode, amandemen, dekrit presiden, dan lain-lain. Karena ini membuktikan kita tidak taat hukum. Slogan negara hukum hanya menjadi tameng saja, karena sudah jelas dalam konstitusi cukup 2 tahun”, paparnya.
Diakhir pemaparannya, Siti Zuhro kembali menekankan jika demokrasi harus dilandasi ketaatan pada hukum. Ketika menafikkan langkah-langkah hukum yang ada, yang terjadi bisa anarki. Karena semua tahapan terjadi distorsi.
“Bodoh itu cukup sekali. Jangan diulangi. Esensi demokrasi adalah membangun peradaban. Bukan dengan mengutak-atik pemilu untuk kepentingan sesaat/kelompok tertentu. Tidak boleh ada pembiaran. Tidak boleh atas nama demokrasi”, tegas Siti Zuhro.
Siti Zuhro menyampaikan kekhawatirannya. Jika kondisi ini tidak berubah akan menjadi awal kehancuran NKRI. Untuk bisa bangkit kita semua harus berpikir sehat. Harus ada enlightening (pencerahan) kepada masyarakat, bukan eksploitasi dengan mempertontonkan ketidakadilan hukum. Jangan sampai muncul public distrust, hilangnya kepercayaan publik, padahal demokrasi mensyaratkan kepercayaan.
Luar biasa penjelasan Prof. Siti Zuhro dalam diskusi bersama Pusat Kajian dan Analisis Data. Beliau mendapat banyak pertanyaan dari peserta. Penjelasan mudah dan gamblang. Sosok integratif dan optimis dalam menyampaikan syiar kebeneran.[AR/HN]
0 Komentar