PKAD—Insight # 147 Pusat Kajian Dan Analisis Data Rabu (9/3/2022) dengan tema "Puan dan Kepak Sayap Kepemimpinan Indonesia" menghadirkan Sri Handayani S.Pd.M.I.Kom Intelektual dan Aktivis Jawa Timur untuk mengupas tuntas masalah kepemimpinan perempuan.
Sri mengatakan bahwa "Ada teori kesesuaian peran, mengasumsikan bahwa kesulitan perempuan masuk ke ranah kepemimpinan adalah ketimpangan, kepemimpinan perempuan dianggap feminin dan laki - laki dianggap maskulin".
"Jika tegas dianggap keras, jika feminin dianggap lemah tidak mampu memimpin", tambah beliau. Hal ini yang memunculkan fenomena yang dihadapi perempuan ketika memimpin.
"Ada 4 tipologi berdasarkan research dimasyarakat", kata beliau. Pertama, "Religion political feminity". Yaitu perempuan ideal tidak diperbolehkan bekerja di ranah publik apalagi menjadi pemimpin.
Kedua, "Etical feminity". Yakni perempuan boleh menjadi pemimpin di ranah publik, ada batasan tertentu perempuan sebagai patner laki - laki. Akan tetapi tidak meninggalkan peran utama perempuan sebagai ibu.
Ketiga, "Equal feminity". Yakni pandangan setara antara perempuan dan laki - laki. Mendorong perempuan untuk berkiprah di ranah publik termasuk menjadi pemimpin.
Keempat, "Empower feminity". Yakni perempuan sebagai super hero. Dia mampu memimpin dan bahkan berkompetisi dengan laki - laki.
"Akar persoalan masalah perempuan bukan pada kekosongan kepemimpinan perempuan", tegasnya. Hal ini karena adanya partisipasi perempuan 30% justru kekerasan perempuan dan anak semakin meningkat.
"Agenda global kesetaraan untuk kesejahteraan belum terbukti hingga hari ini", imbuhnya.
Menurut beliau, "Posisi perempuan memiliki tempat strategis untuk mengurusi urusan umat".
"Melakukan pendidikan politik pada umat agar melek politik dan mendidik generasi", contohnya menurut beliau termasuk mengoreksi penguasa.
Tutup beliau, "Peran strategis perempuan banyak tidak melulu harus bertarung untuk mendapatkan kepemimpinan".
0 Komentar