PKAD -- Fajar Kurniawan selaku Analis Senior dan keynote speaker memberikan prolog dalam acara [LIVE] FGD #48 Pusat Kajian dan Analisis Data dengan tema pertanyaan besar "Alasan Sebenarnya Kenaikan BBM?!" Sabtu (9/4/2022).
Fajar menyampaikan, di saat umat fokus beribadah di bulan Ramadan, lagi-lagi dihadiahi bingkisan mengejutkan yang semakin menambah kompleksnya permasalahan. Dampak pandemi masih dirasakan, tetapi PT. Pertamina Persero mengumumkan kenaikan BBM terutama Pertamax per 1 April 2022.
Fajar menyayangkan alasan Dirut Nicke Widyawati yang menyatakan dibalik kenaikan itu untuk menghindari kenaikan minyak dunia sebagai imbas Ukraina dengan Rusia dan membandingkan harga minyak Inggris dengan Indonesia.
“Perbandingan demikian kurang tepat. Inggris merupakan negara maju dan tidak memiliki cadangan minyak. Sementara, Indonesia itu negara berkembang dan punya cadangan migas banyak,”bebernya.
Acara Fokus Diskusi itu menghadirkan narasumber Cand. Dr. Defiyan Cori (Ekonom Konstitusi), M. Hatta, Msi (Ekonom Syariah), Ahmad Khozinudin, S.H(Advokat, Aktivis Gerakan Islam) dan Dr. Marwan Batubara ( Direktur IRESS).
Selama ini banyak eksploitasi minyak oleh Asing milik Indonesia. Hasil 7000 Barel perhari belum mencukupi kebutuhan 1000 Barel perhari. Fajar mempertanyakan kebenaran alasan ini untuk menghindari kerugian Pertamina. Lebih lanjut dia menanyakan kebenaran pemberian subsidi oleh Pertamina.
"Apakah memang Pertamina sebagai BUMN untuk memenuhi kebutuhan publik, maka harus menggunakan logika korporasi untuk menentukan harga pasar, untuk menentukan harga produk. Kita ketahui Pertamina bergerak dari hulu hingga hilir yang diberi kekuasaan penuh oleh negara," ungkap Fajar.
Pertamina belum mampu memenuhi kebutuhan migas Nasional. Pada tahun 2020 Pertamina 66 juta Barel impor dan ekspor 31 juta Barel. Impor 47% dari produk migas domestik kita semua diserap maka seharusnya impor 35 juta Barel.
Lebih lanjut Fajar memaparkan, “Masalah kemampuan kilang minyak Pertamina kita tidak kompatibel. Belum mampu menghasilkan produk-produk yang dipersyaratkan. Kontribusi minyak mentah impor 70% produksi dalam negeri, tentunya harga jauh lebih murah. Dari situ apa ada maksud lain dari kenaikan BBM?”
Fajar mengungkapkan, Pertamina belum pernah mempublikasi secara transparan bagaimana struktur biaya produksi BBM. Berapa biaya pengeboran? Berapa biaya pengilangan dan seterusnya sampai harga pokok produksi hingga margin mau ambil berapa.
"Jika kita bicara Ekonomi Islam, maka urusan migas negara tidak boleh mengambil untung. Bahkan, negara harus menjamin distribusi migas ini bisa dinikmati oleh sebanyak mungkin orang, diperoleh dengan mudah, dan kalau perlu dengan harga yang murah," tegas Fajar.
Fajar berharap diskusi ini bisa menguak tabir apa yang disampaikan Presiden, Dirut Pertamina, dan Menteri ESDM. Sehingga bisa menundukkan masalah ini dengan tepat. Menyampaikan kebenaran di tengah kezaliman yang menimpa umat.[]
0 Komentar