Oleh : Esnaini Sholikhah,S.Pd
(Penulis dan Pengamat Kebijakan Sosial)
Ramadhan 1445 H atau Ramadhan 2024 sudah memasuki pekan kedua, berarti kurang lebih dua pekan lagi kaum muslimin akan menyongsong Lebaran. Dalam menyongsong hari raya tersebut, Perum Bulog menargetkan distribusi beras stabilisasi pasokan dan harga pangan (SPHP) di seluruh Indonesia sebanyak 250 ribu ton untuk Maret 2024 hingga hari raya. Direktur Supply Chain dan Pelayanan Publik Perum Bulog Mokhamad Suyamto mengatakan, ketersediaan stok dari Bulog sebesar 1,1 juta ton yang tersebar diseluruh gudang Bulog mampu menjamin kecukupan dalam menghadapi hari raya. Perum Bulog sebagai operator pelaksana akan segera mempercepat realisasi impor beras, sesuai Persetujuan Impor (PI) yang telah diterbitkan oleh Kementerian Perdagangan sejumlah 2 juta ton beras. Penugasan impor dari Pemerintah 3,6 juta ton, namun eksekusinya sesuai dengan kebutuhan untuk penyaluran Bantuan Pangan, SPHP dan keperluan Pemerintahan lainnya serta stok akhir tahun diatas 1,2 juta. Apabila produksi di dalam Negeri meningkat, Perum Bulog pasti akan mengutamakan penyerapan dalam Negeri. (liputan6.com, 21/3/2024)
Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi mengungkapkan banyak stok beras justru ada di rumah tangga. Dia menilai masyarakat lebih banyak memiliki beras jika diakumulasikan. Perum Bulog memastikan sebanyak 450 ribu ton beras impor akan kembali masuk Indonesia Maret 2024 ini. Dengan begitu, beras yang dikuasai Bulog akan semakin bertambah. Penggelontoran distribusi beras SPHP tersebut meliputi di pasar ritel modern, pasar tradisional, Gerakan Pangan Murah yang bekerja sama dengan Pemerintah daerah setempat dan giat operasi pasar," ujar Suyamto dikutip dari Antara (Rabu, 20/3/2024).
Lebaran yang terjadi setiap tahun seharusnya menjadikan peningkatan kebutuhan pangan sudah bisa diprediksi dan diantisipasi. Kondisi ini dilakukan agar tetap terwujud ketahanan pangan dan kedaulatan pangan. Menurut Ekonom dari Pusat Analisis Kebijakan Strategis (PAKTA) Muhammad Hatta menilai, ada banyak faktor penyebab harga beras naik. “Ada banyak faktor alias multifaktor berkaitan dengan sembako mahal atau beras mahal ini,” ungkapnya di Kabar Petang: “Ekonom Peringatkan Dampak Mengerikan Saat Harga Beras Terus Meroket” di kanal Khilafah News, Selasa (27-2-2024).
Faktor itu diantaranya, tanah pertanian yang terus berkurang, masalah sumber daya air, ketersediaan modal, sumber daya manusia, teknologi, penimbunan, dan mekanisme pembentukan harga. Kedaulatan pangan, bukan semata persoalan supply and demand. Kalau spesifik ke sembako, ia menganalisa, luas tanah pertanian makin menyusut karena petani tidak diberikan jaminan pendidikan dan kesehatan sehingga para petani lebih memilih menjual lahan pertanian untuk modal usaha lain sehingga tanah pertanian hilang. “Kedaulatan pangan ini bukan hanya persoalan supply and demand, tetapi lebih kepada penanggung jawab kepemimpinan yang tidak begitu sungguh-sungguh menyelesaikan persoalan pangan, termasuk sistem tata kelola tanah pertanian.
Selain itu alasan kenaikan harga pangan pun terdengar sangat klasik, yaitu akibat cuaca dan juga permintaan yang tinggi menjelang lebaran. Padahal, jika memang kondisi ini terus berulang seharusnya Pemerintah tidak jatuh dalam kubangan yang sama. Pemerintah harus bisa menjaga pasokan kala permintaan naik dan produksi menurun akibat cuaca sehingga tercapai harga yang relatif stabil. Namun, solusi menjaga pasokan bukan dengan impor pangan melainkan dengan swasembada pangan, karena ketergantungan terhadap pangan impor menyebabkan harga pangan tidak stabil. Itulah mengapa sedikit saja dolar naik akan memengaruhi harga komoditas. Sedangkan, kebijakan dalam menciptakan ketahanan pangan sering kali kontraproduktif dengan tercapainya swasembada pangan. Sebagai contoh, alih fungsi lahan pertanian dan impor pangan, sehingga Negeri dengan lahan yang luas dan subur ini tidak menjadi jaminan pasokan pangan aman.
Mekanisme pasar bebas adalah konsep pasar yang dilahirkan dari sistem ekonomi neolib, yaitu suatu konsep yang memandulkan fungsi Negara sebagai pengatur urusan umat, sehingga satu-satunya mekanisme distribusi pangan pada rakyat adalah harga. Walhasil, kebijakan yang diambil kala harga naik, mentok pada operasi pasar (OP). Padahal, OP tidak bisa mengcover semua daerah dan hanya merupakan solusi jangka pendek. Tidak bisa diandalkan dalam menyelesaikan permasalahan pangan jangka panjang.
Berbeda dengan ekonomi neolib yang menjadikan pasar bebas sebagai tubuhnya, sistem ekonomi Islam menjadikan kebijakan ekonomi sebagai tumpuan. Artinya, peran Negara begitu penting dalam pengelolaan arus barang dan jasa. Sebagian masyarakat yang tidak bisa mendapatkan akses pada pangan akibat harganya terlalu tinggi (karena gagal panen atau permintaan naik di akhir tahun) akan didistribusikan langsung oleh Pemerintah pada individu-individu yang membutuhkan.
Islam tidak menjadikan harga sebagai mekanisme satu-satunya dalam distribusi barang. Sebab, jika demikian maka akan terjadi penumpukan harta pada segelintir elite yang memiliki akses besar terhadap barang tersebut. Selain itu, kepemilikan lahan yang bersatu dengan pengelolaannya menjadikan produktivitas lahan pertanian akan optimal, sehingga siapa saja yang memiliki lahan namun lebih dari 3 tahun tidak digarap, maka kepemilikan tanah berpindah pada individu yang sanggup menggarapnya. Ditambah kran impor akan terhenti pada barang-barang yang memang sudah bisa diproduksi sendiri, demi kesejahteraan petani. Upaya untuk memenuhinya pun bukan sekadar retorika, bukankah ini yang akan mewujudkan kedaulatan pangan?
Ketergantungan pada impor sejatinya mengancam kedaulatan Negara. Negara harus mencari solusi agar menjadi Negara mandiri. Sistem kapitalisme yang diterapkan menghalangi terwujudnya Negara mandiri. Islam mewajibkan Negara berdaulat dan mandiri termasuk dalam masalah pangan. Berbagai upaya akan dilakukan secara maksimal, termasuk dalam membangun infrastruktur berkualitas, upaya intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian dan peternakan, juga dalam berinovasi meningkatkan teknologi tepat guna dan berkemampuan tinggi. Selain itu dalam Islam mewajibkan Negara untuk mewujudkan kesejahteraan, termasuk memberikan subsidi pada rakyat yang membutuhkan, termasuk petani dan peternak yang kurang modal atau tidak memiliki modal. Negara Islam mampu mensupport rakyatnya karena memiliki sumber dana yang banyak dan beragam serta terjamin keamanannya. Oleh karena itu, kedaulatan pangan akan bisa diwujudkan tatkala sistem ekonomi dan politiknya berlandaskan pada Islam. Sistem Islam dengan konsepnya yang paripurna akan membawa Negeri yang kaya SDA ini mengoptimalkan SDAnya untuk semata kemaslahatan umat. Wallahualam bisshowab.
0 Komentar