Oleh : Esnaini Sholikhah,S.Pd
(Penulis dan Pengamat Kebijakan Sosial)
Pemerintah tengah menyusun rancangan Peraturan Presiden tentang peta jalan perlindungan anak di ranah daring. Hal itu merupakan sebuah upaya untuk melindungi anak dari konten maupun game online yang dapat berpengaruh pada tumbuh kembang anak. Dikatakan Deputi Perlindungan Khusus Anak KPPPA Nahar, Perpres tersebut akan memetakan tiga strategi jangka pendek dan menengah, untuk memperkuat kebijakan partisipasi multipihak, termasuk anak dan penanganan kasus eksploitasi dan kekerasan terhadap anak di ranah daring. “Selain itu, Pemerintah juga tengah mempersiapkan rancangan Peraturan Presiden tentang tata kelola perlindungan anak dalam penyelenggaraan sistem elektronik,” kata Nahar saat dihubungi Media Indonesia, Minggu 14/4/2024.
Menurut Nahar, berbagai hal yang ada di ranah daring, termasuk game online bisa berpengaruh pada tumbuh kembang anak. Adanya konten kekerasan dalam game online menurut dia, dapat memberikan dampak yang berbeda-beda bagi anak. Namun, secara umum dapat memengaruhi perilaku, karakter dan kesehatan mental mereka. Kekerasan dalam game online, jelas Nahar, mengacu pada grafik atau adegan aksi yang menggambarkan kekerasan, seperti adu senjata, kekerasan fisik, bahasa kasar, atau tindakan brutal lainnya. Diketahui beberapa game menampilkan kekerasan secara eksplisit dan realistis, seperti darah, patah tulang, atau kekerasan seksual, sedangkan di game lain, kekerasan secara implisit dan kurang terlihat.
Pengaruh game online sangat membahayakan generasi, berbagai literatur menyebutkan dampak negatif dari game online kekerasan meliputi peningkatan agresi, berkurangnya empati, penurunan kesehatan mental, gangguan, dan perilaku yang memburuk. Kita tidak menampik bahwa pada era digitalisasi, generasi saat ini mau tidak mau akan mengenal dunia digital, seperti media sosial dan game online. Kecanduan game online (gim daring) banyak menimpa kalangan remaja dan anak-anak. KPAI mendesak agar Pemerintah melalui Kemenkominfo memblokir game online yang mengandung unsur kekerasan dan seksualitas.
Pemberantasan game online ini butuh keseriusan Negara. Maraknya game online menunjukkan adanya kesalahan dalam memanfaatkan digitalisasi. Di sisi lain nampak adanya ketidakmampuan Negara membuat aturan seiring dengan perkembangan internet dan sosial media termasuk game online yang berbasis internet. Meski pengawasan dan pendidikan adalah kewajiban orang tua, tetapi tugas utama Negara adalah memberikan suasana yang mendukung tumbuh kembang generasi agar menjadi individu unggul yang berwawasan, melek digital, juga berkepribadian dan berakhlak mulia. Hari ini, digitalisasi justru membawa dampak buruk bagi generasi. Sebagai contoh, anak yang kecanduan game online, perubahan perilakunya tidak akan jauh berbeda dengan orang yang kecanduan narkoba. Mereka yang sudah masuk kategori kecanduan game online bisa melakukan tindakan kriminal di luar nalar. Beberapa waktu silam, ada anak mencuri dan memalak hingga tega membunuh orang tuanya demi game online. Belum lagi maraknya perundungan, perdagangan anak, pornografi, hingga pelecehan seksual, juga berawal dari game online. Patutlah kita bertanya, sudah sejauh mana keseriusan Negara dalam mencegah dan mengatasi game online yang berdampak buruk bagi generasi? Sehingga sangat wajar, jika masyarakat menyangsikan keseriusan Negara melindungi generasi dari hal ini.
Ironisnya, Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Jerry Sambuaga pernah mengatakan, bahwa game online dapat menyumbangkan devisa bagi Negara jika dikembangkan dengan serius. Ia mencontohkan, Cina dan Korea Selatan sudah lebih dahulu dalam hal pengembangan gim online. Kapitalisasi industri gim di Cina telah mencapai USD15 juta. Tidak hanya itu, yang lebih menggelikan lagi adalah kebijakan penguasa mengeluarkan Perpres 19/2024 tentang Percepatan Pengembangan Industri Gim Nasional sebagai upaya memperkuat ekosistem dan industri gim di dalam Negeri. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan ditunjuk sebagai Ketua Pengarah Tim Percepatan Pengembangan Industri Gim Nasional. Tim ini juga berisi berbagai pemimpin di kementerian dan lembaga, termasuk Menparekraf Sandiaga Salahuddin Uno sebagai Ketua Pelaksana Harian. (Republika, 20-2-2024)
Bagi penguasa yang memang sudah berwatak kapitalis, selama bisa menghasilkan cuan, gim pun dikembangkan secara serius. Sistem sekuler kapitalisme telah membuat penguasa Negeri ini kehilangan arah dalam membangun generasi. Bagaimana mungkin sesuatu yang berdampak buruk justru difasilitasi dan dikembangkan menjadi industri, bahkan mendapat apresiasi sebagai cabang olahraga prestasi? Coba bayangkan jika industri gim diperluas dan diperbanyak, berapa banyak generasi terpapar dan kecanduan game online dengan dalih hal itu adalah cabang olahraga dan “pekerjaan” yang banyak menghasilkan uang?
Inilah dampak buruk penerapan sistem sekuler kapitalisme. Pencapaian dan kebahagiaan tertinggi adalah mendapatkan materi sebesar-besarnya. Urusan rusak tidaknya generasi akibat kebijakan salah seakan dikesampingkan.
Berbeda dengan Islam, Islam tidak antiteknologi dan tidak melarang game. Hukum asal game online sendiri adalah mubah. Akan tetapi, kemubahan itu bisa menjadi haram jika aktivitas game online sampai melenakan kewajiban seorang hamba kepada Allah Taala, mengandung unsur kemaksiatan, kekerasan, hingga kejahatan. Teknologi ibarat pisau bermata dua, bisa bermanfaat dengan visi misi yang tepat, bisa juga berbahaya jika dimanfaatkan dengan cara pandang yang salah. Oleh karena itu, dalam memanfaatkan teknologi di era digitalisasi, Islam punya arahan agar teknologi tersebut bisa berdaya guna bagi generasi tanpa melalaikan kewajiban mereka untuk taat kepada Allah Taala.
Pertama, menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam. Sistem pendidikan Islam berfokus pada pembentukan pola sikap dan pola pikir generasi agar bersesuaian dengan Islam. Dengan akidah yang kuat, setiap peserta didik akan memiliki visi misi hidup yang berorientasi akhirat. Kedua, mengatur dan mengontrol industri game. Negara akan melakukan proteksi penuh dalam mewujudkan generasi unggul dan bertakwa. Salah satunya ialah menyaring dan memblokir setiap konten-konten game, tayangan, serta media yang mengandung unsur kemaksiatan, kekerasan, dan kejahatan. Negara hanya akan memberlakukan pemanfaatan teknologi yang mengandung unsur edukasi dan bermanfaat secara positif. Ketiga, penegakan hukum yang tegas. Sistem sanksi Islam akan memberikan hukuman kepada siapapun yang menyalahi serta bertentangan dengan visi misi pendidikan Islam. Perusahaan yang mengembangkan industri gim jika merusak akan diberi sanksi berupa takzir, yakni ketentuan sanksi berdasarkan wewenang khalifah. Di sisi lain, pemberlakuan sistem sanksi Islam akan memberikan efek jera bagi pelaku atau pelanggar syariat. Keempat, Negara akan memanfaatkan teknologi untuk kemaslahatan umat manusia. Bahkan, Negara akan mengembangkan teknologi ini dengan memberdayakan SDM yang mumpuni. Dengan visi misi yang tepat, teknologi akan menjadi salah satu mercusuar berkembangnya peradaban Islam yang mendunia.
Demikianlah, Islam memiliki cara pandang yang khas dalam membangun manusia. Islam juga tidak menutup diri dalam memanfaatkan kecanggihan teknologi. Hanya saja, Islam memiliki pengaturan, pengontrolan, dan pengawasan dalam arus digitalisasi agar tidak terbawa dampak negatif yang ditimbulkan dari teknologi tersebut. Dengan sistem Islam (Khilafah), generasi terlindungi dari kerusakan dan dampak buruk game online serta mampu memanfaatkan teknologi dengan bijak sesuai hukum syara. Wallahu a’lam bisshowab.
0 Komentar