Home

Temukan Informasi Terkini dan Terpercaya di PojokKota.com: Menyajikan Berita dari Sudut Pandang yang Berbeda, Menyajikan Berita Terkini Tanpa Basa-basi! www.pojokkota.com

PKS Merapat, Khofifah-Emil Dapat Mandat, dan Bagaimana Rakyat?

 

Meneroka Pigub Jatim 2024 (5): PKS Merapat, Khofifah-Emil Dapat Mandat, dan Bagaimana Rakyat?

Oleh Hanif Kristianto (Analis Politik-Media)


  Urusan berkoalisi partai politik dalam kontestasi pilihan tidak serta merta sama komposisi sebagaimana di pusat. Hal ini menunjukkan jika kepentingan politik antara pusat dan daerah bisa berbeda. Tak jarang diketemukan parpol A dan B bersebrangan di pusat, namun berkoalisi di daerah tanpa memandang friksi. Alhasil, publik bisa menyimpulkan jika partai politik dalam sistem demokrasi, khususnya di Indonesia, sama saja. Apakah mau partai bermassa dan beraliran Islam, ataupun partai sekuler dengan ideologi liberal.


  Sama halnya menarik dalam peta parpol untuk dukungan kepada bapaslon di pilgub Jawa Timur 2024. Tujuh partai pemilik kursi DPRD Jatim telah memberikan mandat dan dukungan kepada Khofifah-Emil. Parpol itu Gerindra, Golkar, Demokrat, PAN, PPP, PKS, dan PSI. Perindo yang di luar DPRD turut memberikan mandat kepada Khofifah-Emil. 


  Publik juga perlu mengetahui, parpollah yang selama ini menentukan orang yang bisa duduk di kursi kekuasaan. Sebesar apapun kekuatan seseorang yang maju kalau tidak ada dukungan partai politik dan finansial yang fantastik, mustahil lancar menuju kekuasaan. Karenanya, partai politik memiliki peranan dalam kestabilan pemerintahan ke depan yang akan terwujud. Dalam demokrasi, koalisi dan oposisi menjadi dua kubu yang berseteru. Padahal kubu itu kadang tidak mewakili rakyat sebagai representasi pemilik kekuasaan sebenarnya.


  Syarat mengusung paslon di Pilgub Jatim 2024 adalah 20% kursi DPRD Jatim periode 2024-2029 (24 kursi). Total dukungan tujuh partai yang telah merekomendasikan Khofifah-Emil ialah 62 kursi DPRD Jatim. Ini jumlah yang cukup untuk mendaftar ke KPU pada Agustus 2024. Sementara, PKB (27 kursi), PDOP (21 kursi), dan Nasdem (10 kursi) bisa membentuk poros baru penantang Khofifah-Emil.


  Setelah Khofifah-Emil mendapat mandat dari PKS, maka koalisi jumbo dan kemenangan di atas kertas. Ceruk suara dari PKS dari kalangan muslim intelektual, moderat, kaderisasi, dan mengakar didapat. Jika dicermati lebih jauh, Khofifah dari Fatayat Muslimat kalangan akar rumput NU. Penggabungan dua unsur dari ceruk PKS dan akar rumput NU menjadikan kunci suara penting.


Memandang Koalisi


 Politik demokrasi terkadang aneh dalam praktik untuk memilih pemimpin rakyat. Partai politik yang menjadi penentu senantiasa menjadi mesin dan pemberi keputusan penting. Adapun calon yang dijagokan senantiasa dipasang di depan. Rakyat sebagai pemilih tak pernah mengetahui deal politik apa yang didapat partai dan elitnya ketika calonya menang.


  Terkadang rakyat pun antipati dengan partai pengusungnya. Lebih mementingkan orang yang dipasang dan dijagokan. Demokrasi ternyata menyairkan ragam ideologi. Kepentingan dan kekuasaan di atas segalanya, daripada mempertahankan ideologi partai yang diemban.


  Koalisi dan oposisi dalam politik demokrasi senantiasa mengiringi pemerintahan yang terbentuk. Apalagi partai politik selama ini miskin edukasi. Lebih banyak kepentingan kelompok partainya. Usaha-usaha pembelaan rakyat tampak tak terasa. Keberadaanya sekedar pemanis di awal pemilihan. Selebihnya suara lebih terkotak di gedung perwakilan rakyat. Seolah ketika sudah di dalam pemerintahan sebagai pengawas, tugasnya tuntas mengemban amanat rakyat.


  Hal menarik yang perlu dianalisis ke depan adalah penentuan nasib rakyat. Seperti apakah manuver partai politik di belakang dukungan Khofifah Emil? Serta bagaimana peta selanjutnya?


Pertama, kuasa partai politik tak harus superioritas dengan kursi banyak. Gabungan partai politik bisa melawan partai besar. Semua bergantung mesin politik di akar rumput. Perlu diketahui PKB, PDI-P, dan PKS akar rumput di Jawa Timur cukup kuat. Penggunaan elemen lain seperti kalangan NU biasanya menempel di PKB. PDI-P lebih ke kalangan bawah yang keislaman tidak seberapa. Biasanya kalangan pramatis yang dibina dan kader loyal. Adapun PKS dari kalangan cerdik-cendekiawan. Ini kalangan aktivis muda dan komunitas yang dibina sebagai kader loyalnya.


Kedua, sedikit banyak PKS masih mendapat stigma yang kurang positif di kalangan akar rumput. Beberapa peristiwa menuding PKS itu radikal dan ingin mendirikan negara Islam. Jika isu itu dipakai dalam kampanye hitam, maka akan menjadi peluang PKS dikenal dan menunjukkan jati diri sebenarnya. Padahal PKS selama ini dikenal dengan kader dan simpatisan yang keislamannya bagus. PKS sendiri juga tidak pernah mendeklarasikan ingin mendirikan Islam.


Ketiga, Khofifah-Emil ibaratkan sudah berdiri di dua hati rakyat. Satu hati Khofifah membawa gerbong suara perempuan dan Fatayat Muslimat. Satu hati meraih dukungan pemuda dan kalangan cendikia gerbong PKS. Dua posisi ini menjadikan peluang menang 80% jika tidak ada pemecahan suara oleh partai lawan.


Keempat, keunggulan Khofifah-Emil ialah selama memerintah tidak banyak friksi dan jalan berbeda. Pasangan ini cukup harmonis. Penampilan citra di media sosial dan konvensional pun bagus. Pembenaman nama Khofifah-Emil di hati masyarakat Jawa Timur seolah tiada yang lain. Tak banyak memang pasangan yang bisa langgeng dua periode. Biasanya salah satunya ingin posisi lain atau tidak sejalan.


Kelima, rakyat tidak ingin coba-coba pemimpin baru. Diakui memang banyak ketimpangan dan PR yang belum beres. Rakyat sendiri terlibat hanya dalam pemilihan. Selebihnya, rakyat menjadi warga biasa yang akan terabaikan urusan hidupnya.


  Alhasil, di antara hiruk pikuk pilgub Jatim 2024 yang perlu dipikirkan adalah nasib rakyat. Sebab hidup dan mati rakyat ada di tangan pemimpin yang menjabat. Rakyat yang sejatinya diurusi kehidupannya tidak boleh disia-siakan begitu saja.


Pemikiran Jernih


  Rakyat seharusnya belajar dari peristiwa pemilu dan pilkada sebelumnya. Kebuntuan politik demokrasi kerap jadikan rakyat muak dengan segala tipu daya yang ada. Penguasa kerap berbuat semena-mena dengan menjadikan pajak sebagai sumber pendapatan utama. Sementara hidup rakyat di semua kalangan masih jauh dari kata sejaterah.


  Kalaulah mau mengambil jalan keselamatan, maka Islam sudah menggariskan jauh dan komperhensif. Sistem politik Islam bukanlah mainan dan candaan. Justru sistem Islam lebih manusiawi dan memanusiakan manusia. Tak seperti demokrasi yang begitu jahat, sehingga suara rakyat terkotak hanya di bilik suara. Giliran rakyat bersuara dianggap berisik, menggangu jalannya pemerintahan, kemudian disingkirkan atau dibungkam.


  Masukan untuk partai politik jika serius memperjuangkan nasib rakyat, maka ideologi Islam wajib diemban. Islam inilah jalan keselamatan dan diridhoi Allah SWT. Sementara yang lain biasanya hancur dalam kesia-siaan dan malah membuat kerusakan. 


  Oleh karena itu, seruan untuk rakyat dan masyarakat, mulailah mengenali kembali politik Islam yang berbasis dari aqidah Islam dan dijalankan di atas manhaj kenabian. Pengkajian lebih mendalam ini akan memunculkan rasa optimis demi memunculkan pemimpin yang amanah, kafaah, dan taat syariah.

Posting Komentar

1 Komentar

  1. Sepertinya seolah olah logo PKS yang baru menunjukkan bahwa PKS sudah terwarnai, tidak lagi putih πŸ₯ΊπŸ˜­

    BalasHapus