Home

Temukan Informasi Terkini dan Terpercaya di PojokKota.com: Menyajikan Berita dari Sudut Pandang yang Berbeda, Menyajikan Berita Terkini Tanpa Basa-basi! www.pojokkota.com

𝐋𝐞𝐛𝐢𝐡 𝐌𝐞𝐦𝐢𝐥𝐢𝐡 𝐒𝐞𝐣𝐚𝐡𝐭𝐞𝐫𝐚 𝐝𝐚𝐫𝐢𝐩𝐚𝐝𝐚 𝐀𝐝𝐢𝐥, 𝐏𝐊𝐒 𝐃𝐢𝐭𝐢𝐧𝐠𝐠𝐚𝐥 𝐊𝐚𝐝𝐞𝐫-𝐊𝐚𝐝𝐞𝐫𝐧𝐲𝐚

 

Pada hari Senin, 26 Agustus 2024, Mayjen TNI (Purn) Soenarko membacakan pernyataan pengunduran diri sebanyak 28 anggota Dewan Pakar Partai Keadilan Sejahtera (PKS). 


Keputusan ini menunjukkan ketidakpuasan mendalam terhadap arah kebijakan partai yang dianggap menyimpang dari nilai-nilai keadilan yang diusung. Pengunduran diri ini menyoroti ketidakselarasan antara harapan kader dan langkah yang diambil oleh elit partai.


Di luar pengunduran diri yang terpublikasikan, ketidakpuasan ini juga semakin meluas di kalangan kader, simpatisan, dan pendukung PKS di tingkat akar rumput. Banyak dari mereka merasa bahwa PKS telah meninggalkan prinsip dasar yang selama ini menjadi fondasi partai. 


Ketidakpuasan ini mencerminkan sebuah pergeseran signifikan dalam orientasi dan kebijakan partai yang menyebabkan kehilangan dukungan di berbagai lapisan.


𝐁𝐞𝐫𝐠𝐚𝐛𝐮𝐧𝐠 𝐝𝐞𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐊𝐈𝐌 𝐏𝐥𝐮𝐬: 𝐏𝐞𝐫𝐮𝐛𝐚𝐡𝐚𝐧 𝐀𝐫𝐚𝐡 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐊𝐨𝐧𝐭𝐫𝐨𝐯𝐞𝐫𝐬𝐢𝐚𝐥


Langkah PKS untuk bergabung dengan KIM Plus merupakan keputusan yang mengubah arah signifikan dari posisi mereka sebagai oposisi. Setelah lama menjadi partai yang berada di luar kekuasaan, elit PKS memilih untuk meraih kesejahteraan dan keuntungan dengan bergabung dalam koalisi baru.


Langkah ini diambil untuk memanfaatkan peluang politik yang ada dan mendapatkan keuntungan yang tidak bisa diperoleh selama periode oposisi.


Keputusan ini tidak sesuai dengan harapan mayoritas kader yang ingin PKS tetap konsisten pada prinsip keadilan dengan mendukung calon seperti Anies Baswedan. 


Pergeseran ini menunjukkan godaan kekuasaan yang sulit dihindari setelah mengalami kekeringan kekuasaan selama sepuluh tahun. Keputusan ini mengabaikan tuntutan internal dan memperlihatkan konflik antara keinginan elit partai dan harapan dari basis kader.


𝐉𝐚𝐫𝐠𝐨𝐧 𝐏𝐊𝐒 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐌𝐮𝐥𝐚𝐢 𝐑𝐨𝐧𝐭𝐨𝐤


Dengan bergabungnya PKS ke dalam KIM Plus, beberapa jargon yang selama ini menjadi identitas partai mulai runtuh. Contohnya, klaim bahwa PKS adalah "Partai Kader" menjadi tidak relevan setelah mereka mencalonkan Marshel, seorang komika yang pernah terlibat dalam kasus pornografi.


Langkah ini menunjukkan ketidakcocokan antara deklarasi ideologis PKS dan tindakan nyata yang diambil oleh partai.


Selain itu, perubahan PKS dari partai dakwah menjadi partai terbuka, serta pergeseran dari partai kader menjadi partai keder, mengindikasikan perubahan besar dalam nilai-nilai partai. Perubahan ini membuat PKS kehilangan ciri khasnya yang dulu menjadi kekuatan utamanya. 


Dengan perubahan tersebut, PKS tidak lagi terlihat sebagai partai yang berpegang pada prinsip-prinsip awal, melainkan partai yang mengikuti arus politik yang lebih pragmatis.


𝐊𝐞𝐭𝐢𝐝𝐚𝐤𝐦𝐚𝐦𝐩𝐮𝐚𝐧 𝐌𝐞𝐥𝐚𝐰𝐚𝐧 𝐇𝐞𝐠𝐞𝐦𝐨𝐧𝐢 𝐊𝐈𝐌 𝐏𝐥𝐮𝐬


PKS, yang sebelumnya dikenal dengan upaya untuk "mewarnai" politik dari dalam, kini tampak tidak mampu melawan dominasi KIM Plus. Hegemoni KIM Plus telah mengubah arah PKS menjadi bagian dari sistem politik yang ada, menghilangkan kekuatan partai untuk membuat perubahan yang signifikan. Ketidakmampuan ini mencerminkan kelemahan PKS dalam menghadapi tekanan politik yang kuat.


Pergeseran ini menunjukkan bahwa PKS tidak lagi menjadi kekuatan alternatif yang dapat mengubah lanskap politik. Sebaliknya, mereka kini terjebak dalam sistem yang sama dengan partai-partai besar lainnya, kehilangan kemampuan untuk mengimplementasikan perubahan yang mereka janjikan. 


Hal ini menyoroti kekurangan PKS dalam mempertahankan independensi dan kekuatan politiknya di tengah hegemoni KIM Plus.


𝐏𝐞𝐫𝐬𝐚𝐦𝐚𝐚𝐧 𝐀𝐧𝐭𝐚𝐫𝐚 𝐏𝐚𝐫𝐭𝐚𝐢-𝐏𝐚𝐫𝐭𝐚𝐢 𝐏𝐨𝐥𝐢𝐭𝐢𝐤 𝐝𝐢 𝐏𝐚𝐫𝐥𝐞𝐦𝐞𝐧


Perubahan yang terjadi pada PKS telah mengaburkan batas antara partai-partai politik seperti PKS, PDIP, Nasdem, dan Demokrat. Semua partai tampaknya mengejar tujuan yang sama, yaitu kekuasaan dan keuntungan, tanpa memperhatikan nilai-nilai yang dulu mereka pegang.


Ketidakmampuan untuk mempertahankan perbedaan prinsip menjadikan semua partai terlihat serupa dalam upaya mereka mencapai kekuasaan.


Kondisi ini menunjukkan bahwa di parlemen, perbedaan antara partai-partai politik semakin kabur. Ketika semua partai berfokus pada kekuasaan dan keuntungan, nilai-nilai yang membedakan mereka menjadi kurang relevan. 


Akibatnya, tidak ada lagi partai dakwah atau partai kader yang konsisten dengan prinsip awal mereka, dan semua partai tampak beroperasi dengan hasrat yang serupa.


Jika demikian, bukankah ini saatnya bagi Anda yang merasa dicampakkan dan dikhianati oleh PKS, mulai melirik perjuangan dari luar sistem?


M. Syam

* 𝑃𝑒𝑛𝑢𝑙𝑖𝑠 𝐿𝑒𝑝𝑎𝑠

Posting Komentar

0 Komentar