Home

Temukan Informasi Terkini dan Terpercaya di PojokKota.com: Menyajikan Berita dari Sudut Pandang yang Berbeda, Menyajikan Berita Terkini Tanpa Basa-basi! www.pojokkota.com

Maulid: Meneladani Nabi ﷺ Sebagai Kepala Negara Islam

Oleh: Esnaini Sholikhah, S.Pd  

(Penulis dan Pemerhati Umat)


Maulid Nabi adalah salah satu peringatan Hari Besar Islam yang sangat istimewa. Bagi umat Muslim, peringatan tersebut merupakan penghormatan dan pengingat akan kebesaran serta keteladanan Nabi Muhammad ﷺ, yang dirayakan melalui berbagai bentuk kegiatan budaya, ritual, dan keagamaan. Maulid Nabi Muhammad SAW memperingati kelahiran Rasulullah ﷺ pada tanggal 12 Rabiul Awal dalam kalender Hijriah, yang diperingati setiap tahunnya. Namun demikian, hingga saat ini, masih ada kontroversi di kalangan ulama terkait apakah peringatan tersebut termasuk bid'ah atau tidak.


Hikmah dari peringatan Maulid Nabi Muhammad ﷺ dapat dihidupkan oleh umat Islam melalui semangat juang yang mempertebal kecintaan kepada nabi mereka. Salah satu tokoh penting dalam hal ini adalah Salahuddin Ayyubi, seorang jenderal dan pejuang Muslim dari Tikrit (daerah utara Irak saat ini). Pada masa kekuasaannya (1174 M – 1193 M), Salahuddin menghimbau umat Islam di seluruh dunia agar hari kelahiran Nabi Muhammad ﷺ pada 12 Rabiul Awal, yang sebelumnya tidak diperingati, mulai dirayakan secara massal.


Salahuddin ingin agar perayaan Maulid Nabi menjadi tradisi bagi umat Islam di seluruh dunia dengan tujuan meningkatkan semangat juang, bukan sekadar perayaan ulang tahun biasa. Namun, gagasan Salahuddin tentang Peringatan Maulid Nabi ditentang oleh beberapa ulama, karena sejak zaman Nabi ﷺ peringatan semacam itu tidak pernah diadakan. Selain itu, menurut ajaran agama, hanya ada dua hari raya yang resmi, yaitu Idulfitri dan Iduladha.


Akan tetapi, Salahuddin menegaskan bahwa perayaan Maulid Nabi hanyalah kegiatan untuk menyemarakkan syiar agama, bukan perayaan yang bersifat ritual, sehingga tidak dapat dikategorikan sebagai bid'ah yang terlarang. Ketika Salahuddin meminta persetujuan dari Khalifah An-Nashir di Bagdad, Khalifah pun menyetujui.


Pada ibadah haji bulan Zulhijjah tahun 579 Hijriah (1183 M), Sultan Salahuddin al-Ayyubi, sebagai penguasa Haramain (dua tanah suci, Mekah dan Madinah), mengeluarkan instruksi kepada seluruh jemaah haji agar, setelah kembali ke kampung halaman masing-masing, segera mensosialisasikan kepada masyarakat Muslim bahwa mulai tahun 580 Hijriah (1184 M), tanggal 12 Rabiul Awal dirayakan sebagai hari Maulid Nabi dengan berbagai kegiatan yang dapat membangkitkan semangat umat Islam.


**Keutamaan Memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW**


Allah SWT melalui Al-Qur'an telah menyampaikan perintah untuk bersalawat kepada Rasulullah ﷺ, sebagaimana terdapat dalam Surat al-Ahzab ayat 56 yang artinya:


“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bersalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bersalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.”


1. Meningkatkan rasa syukur kepada Rasulullah ﷺ atas kehadirannya sebagai teladan bagi umat Islam.

2. Memuji Baginda Rasulullah ﷺ.

3. Tholabul Ilmi, yakni menambah pengetahuan melalui pengajian saat Maulid Nabi.

4. Nabi Muhammad ﷺ menjadi suri teladan dalam berperilaku, yang telah dicontohkan semasa hidupnya.


Saat ini, tidak ada _role model_ kepemimpinan yang ideal. Nabi Muhammad ﷺ merupakan tokoh penting bagi umat Islam karena beliau dijadikan sebagai pedoman hidup yang benar. Dengan memperingati hari kelahiran beliau, umat dapat mengenang ajaran dan sunnah-sunnahnya serta peran penting Nabi Muhammad ﷺ selama hidupnya. Peringatan Maulid Nabi seharusnya memperkenalkan bagaimana dakwah beliau di Mekah, perjuangan bersama para sahabat Anshar dan Muhajirin dalam membangun Madinah, serta meneladani akhlak Nabi ﷺ dalam menjalankan kepemimpinannya.


Kepemimpinan Nabi ﷺ adalah _role model_ terbaik yang kemudian dilanjutkan dalam bentuk kepemimpinan Khilafah. Sosok manusia termulia ini bahkan diakui oleh dunia Barat. Dr. Michael H. Hart, dalam bukunya *The 100, A Ranking of The Most Influential Persons in History*, menulis: “Pilihanku untuk menempatkan Muhammad di urutan pertama dalam daftar orang yang paling berpengaruh dalam sejarah mungkin akan mengejutkan pembaca. Namun, dialah satu-satunya manusia dalam sejarah yang meraih keberhasilan tertinggi dalam bidang agama dan dunia. Dia menyempurnakan pesan agamanya, menggariskan aturan-aturan yang diimani seluruh bangsa ketika dia masih hidup. Selain itu, dia juga mendirikan negara yang berhasil menyatukan berbagai suku dan bangsa.”


Namun, kenyataannya, banyak umat Muslim, khususnya para pejabat negara, yang mengajak masyarakat untuk mencintai Nabi ﷺ saat peringatan Maulid, tetapi mereka sendiri menolak penerapan syariat Islam. Mereka menuduh para pejuang Islam sebagai radikal dan memfitnah ajaran Islam, bahkan memenjarakan ulama dan aktivis Islam. Mereka mengaku mencintai Nabi ﷺ, tetapi menjalin hubungan erat dengan musuh-musuh Islam dan mengambil keputusan yang zalim terhadap umat.


Sesungguhnya, mereka telah berdusta dalam klaim cintanya kepada Rasulullah ﷺ. Tidakkah mereka takut dengan doa Nabi ﷺ:


"Ya Allah, siapa saja yang menjadi pemimpin atas umatku, lalu ia mempersulit mereka, maka persulitlah ia. Siapa saja yang memimpin umatku, lalu mengasihi mereka, maka kasihanilah ia.” (HR Muslim).


Peradaban Islam di bawah naungan Khilafah telah mencapai kejayaan luar biasa, meliputi 1/3 belahan bumi. Kegemilangan ini berlangsung hingga Kekhalifahan terakhir, Turki Utsmani, yang runtuh pada tahun 1924 oleh Mustafa Kemal yang mengubah sistem kekhalifahan menjadi sistem sekuler. Sejak saat itu, kaum Muslim terpecah-belah menjadi lebih dari 50 negara, dan dunia pun menjadi gelap. Oleh karena itu, pada momentum Maulid Rasulullah ﷺ kali ini, penting bagi kita untuk menggelorakan semangat kemuliaan Islam dengan kembali pada syariat dan Khilafah. Wallâhu a’lam bi ash-shawwâb.

Posting Komentar

0 Komentar