Home

Temukan Informasi Terkini dan Terpercaya di PojokKota.com: Menyajikan Berita dari Sudut Pandang yang Berbeda, Menyajikan Berita Terkini Tanpa Basa-basi! www.pojokkota.com

Meneroka Pilgub Jatim 2024 (11): Visi Misi Luluk-Lukman, Mana yang Menawan?

 

Oleh Hanif Kristianto (Analis Politik dan Media)


  Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ingin menunjukkan energi barunya. Kekuatan kadernya ditunjukkan untuk bisa berlaga di Pilgub Jatim 2024. Tak tanggung-tanggung, Luluk Nur Hamidah-Lukmanul Hakim berpasangan merebut hati rakyat garis bawah. Isu fundamental suara nahdliyin akan lebih dimasifkan oleh partai Cak Imin.


  Menelisik visi-misi Luluk Nur Hamidah-Lukmanul Hakim (Luman) menawarkan hal baru bagi Jawa Timur. Keyword mendunia ingin membawa Jawa Timur lebih berdaya. Berikut visi-misinya:


Visi


Jawa Timur sejahtera, berdaya saing, inklusif, berwawasan lingkungan, dan mendunia.


Misi


1. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang lebih unggul dan pemenuhan kebutuhan sosial dasar.


2. Memperkuat ketahanan ekonomi untuk pertumbuhan yang inklusif dan berkualitas.


3. Pemerataan pembangunan melalui percepatan infrastruktur desa, pembangunan antar wilayah dan pelestarian lingkungan hidup serta resiliensi terhadap bencana.


4. Memperkuat tata kelola pemerintahan daerah yang terbuka, partisipatif, akuntabel, bebas korupsi dalam mewujudkan pelayanan publik inovatif.


5. Mewujudkan masyarakat yang aman, berakhlak, inklusif, berkesetaraan gender dan harmonis.


  Gagasan baru ini sebagai daya tawar kepada calon pemilih di Jawa Timur. Lantas, seperti apa perwujudannya? Apakah betul-betul menawan sehingga ini menjadi jalan keluar?


Catatan Penting


  Sejahtera masih menjadi kata ulangan di setiap suksesi pemilihan. Ini menunjukkan jika kata ‘sejahtera’ kondisi ketidakidealan pada pemerintah sebelumnya. Kondisi di lapangan juga demikian dengan angka kemiskinan yang masih belum tuntas diberantas. Sejahtera sebenarnya kewajiban yang ditanggung oleh penguasa untuk mewujudkan kepada rakyatnya. Hal ini meliputi ketersediaan sandang, pangan, dan papan bagi rakyatnya. Jangan sampai ada berita duka dan sengsara dari rakyat yang dipimpin.


a) Sumber Daya Manusia 


  Sumber daya manusia (SDM) yang unggul tidak terlepas dari sistem pendidikan yang baik. Jawa Timur juga dikenal gudang pendidikan dari dasar hingga tinggi. Ketersediaan pendidikan tinggi khususnya belum bisa diakses oleh semua pihak. Di sisi lain, sistem pendidikan tidak bisa lepas dari kebijakan negara yang tertuang dalam UU dan aturan yang berlaku. Pemerintah daerah biasanya bermain pada pendidikan tingkat dasar dan atas. Ini pun masih terbatas pada pembiayaan. Sebaliknya, pendidikan tinggi pun hanya pemberian beasiswa kepada yang terpilih.


  Sejatinya pendidikan itu kebutuhan dasar setiap manusia. Tanpa membedakan yang miskin dan kaya. Semua berhak memperoleh pendidikan. Hal inilah yang menjadi pekerjaan besar bagi setiap pemimpin tidak hanya mengalokasikan anggaran, tapi juga menjamin pendidikan untuk semua. Lulusan disiapkan secara pemikiran dan kepribadian. Jangan sampai dosa-dosa pendidikan yang selama ini ada terpelihara. Karenanya, dibutuhkan pendidikan berbasis aqidah Islam untuk menopang pencetak SDM yang unggul dan berdaya saing.


b) Ketahanan Ekonomi dan Pemerataan


  Problem ekonomi saat ini, terlebih pengadopsian ekonomi kapitalisme, memunculkan beragam krisis. Daya beli menurun hingga kemacetan distribusi ekonomi kepada semua. Hal inilah yang mengakibatkan perputaran ekonomi pada kelompok tertentu. Khususnya yang berhasil menikmati kue kekuasaan dan pemilik modal.


  Pertumbuhan ekonomi yang inklusif (mengikutsertakan semua orang) sebenarnya kurang tepat. Pemerintah yang menjadi penanggung jawab tidak boleh melempar kepada yang lain. Sebab, iklim ekonomi tercipta dari sistem ekonomi yang diadopsi. Kekuatan yang dimiliki pemerintah hendaknya digunakkan sebaik-baiknya. Memberikan kebahagiaan kepada rakyat itu kewajiban. Jadikan ini amal ibadah.


  Begitu juga dengan pemerataan ekonomi tercipta jika tiada oligarki. Sayangnya, kebiasaan bagi-bagi kue ekonomi di kalangan elit kerap terjadi. Meski digitalisasi, gaya main belakang sudah bisa dibaca. Pemerataan erat dengan kesejahteraan individu per individu. Bukan diukur dari PDB yang ukurannya tidak bisa jadi patokan. 


  Pemerataan pembangunan jangan sampai melupakan pembangunan manusia. Infrastruktur penting jika dibangun tanpa utang. Apalagi membebankan APBD yang bersumber dari pajak rakyat. Pembangunan hendaknya memiliki perencanaan yang matang. Tidak hanya pertahun tapi juga dalam waktu beberapa tahun. Ini tujuannya pembangunan berkelanjutan.


c) Tata Kelola Pemerintahan


  Pengelolaan pemerintahan yang akuntabel menjadi PR besar dalam sistem politik demokrasi. pasalnya, check and balance masih belum terlaksana dengan baik. Ruang publik untuk menyuarakan koreksi belum juga terbuka lebar. Korupsi masih menjadi hantu yang siap sedia penguasa menjadi pesakitan. Banyak faktor yang mempengaruhi korupsi, baik ketika awal pencalonan ataupun ketika duduk di kursi kekuasaan.


  Berkaitan dengan pelayanan publik rakyat wajib mendapatkan pelayanan yang sama, adil, dan merata. Jangan sampai dipersulit dengan tujuan pungli. Ujungnya, mindset pejabat bukan malah melayani tapi menyulitkan. Rakyat sebenarnya senang dilayani. Lebih-lebih diurusi kehidupannya. Urusan administrasi masih menjadi PR dengan panjangnya pengurusan dan ketidakjelasan alurnya.


  Untuk tata kelola yang baik, maka pejabat yang bekerja dilandasi takwa dan ibadah. Tidak boleh mengambil harta rakyat tanpa hak misalnya suap, korupsi, pungli, dan lainnya. Ketika mengerjakan pelayanan professional dan maksimal. Hasilnya pun rakyat senang. Dibutuhkan juga pembinaan pejabat dan pegawai dengan Islam kaffah. Kemudian didukung dengan SOP yang mudah. Tanpa pembinaan dan pelatihan manajerial, perubahan pelayanan tidak akan terjadi.


d) Masyarakat Berakhlak Standarnya Islam


   masyarakat itu terdiri dari pemikiran, perasaan, dan aturan yang sama. Tanpa aturan yang mengikat tidak akan muncul masyarakat yang khas. Corak masyarakat berakhlak itu bukan sifatnya general, tapi identik. Nilai akhlak akan berbuah manis jika dilandasi atas dorongan iman. Bahkan menghasilkan pahala di sisi Allah.


  Akhlak sebenarnya bagian dari syariah Islam. Ini perwujudan pengaturan manusia dengan dirinya sendiri. Seperti akhlak jujur dalam perdagangan. Bukan berarti jujur agar barang dagangan laris, tapi memahmi jujur sebagai perintah Allah SWT. Nah, sebelum meminta masyarakat berakhlak, pemimpinlah menjadi teladan dalam berakhlak. Karenanya, pemimpin harus memahami Islam kaffah. Tidak boleh memiliki karakter pembohong. Apalagi menipu dan memberatkan urusan rakyat.


  Harmonisasi antara rakyat dengan penguasa juga akan tercipta kalau pemimpinnya taat Allah dan Rasul-Nya. Ini sebagaimana seruan firman Allah sebagai ulil amri yang mau menjalankan syariah kaffah. Rakyatnya turut serta mengoreksi penguasa. Penguasa pun tak marah, malah bahagia karena diperhatikan rakyatnya.


  Pada catatan inilah, publik perlu mengetahui visi-misi yang tidak hanya tertuang, tapi langkah mewujudkan ke depan. Jangan sampai visi-misi ini hanya slogan, tapi tak mampu mengakomodasi kepentingan rakyat.


Poin Penting


  Visi-misi bisa jadi masih umum. Belum mampu menjawab problem kerakyatan. Pasalnya, semenjak pengadopsian demokrasi liberal secara langsung, pilkada menjadi ajang yang miskin makna. Rakyat kerap menjadi korban kebijakan yang tak bijak. Kehidupan pun tak beranjak. Masih tetap sama, yang miskin tetap miskin, yang kaya makin kaya. Akses publik pun terasa pelik ketika penguasa mengabaikan urusan rakyatnya.

 

  Jangan sampai pemimpin mencederai hati rakyat. Ingatlah doa yang tiada hijab itu doa rakyat yang terdzalimi. Sebaliknya, rakyat juga perlu mendapatkan pendidikan politik yang cerdas dengan sudut pandang Islam. Justru makna politik Islam lebih agung yaitu mengurusi urusan rakyat dengan penerapan syariah kaffah. Inilah jalan kesejahteraan yang perlu diwujudkan.

Posting Komentar

0 Komentar