Home

Temukan Informasi Terkini dan Terpercaya di PojokKota.com: Menyajikan Berita dari Sudut Pandang yang Berbeda, Menyajikan Berita Terkini Tanpa Basa-basi! www.pojokkota.com

Wakil Rakyat, Benarkah Melayani Rakyat?


Oleh: Salsabila, pemerhati generasi 


Sebanyak 580 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI resmi dilantik untuk masa bakti periode 2024-2029. Sejumlah anggota DPR terpilih diketahui memiliki hubungan keluarga atau kekerabatan dengan pejabat publik, elite politik, hingga sesama anggota DPR terpilih lainnya. Relasi kekerabatan DPR 2024-2029 beragam: dari suami-istri, anak, ponakan dan lain-lain. Hubungan kekerabatan vertikal tercatat yang paling banyak, yakni caleg terpilih merupakan anak pejabat (tirto.id, 02/10/2024).


Politik Dinasti 


Dalam laman resmi Mahkamah Konstitusi, Politik dinasti dapat diartikan sebagai sebuah kekuasaan politik yang dijalankan oleh sekelompok orang yang masih terkait dalam hubungan keluarga.

Sekarang, politik dinasti muncul dengan strategi baru melalui jalur politik prosedural, yaitu melalui institusi partai politik.

Majunya beberapa orang yang memiliki hubungan keluarga sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI yang resmi dilantik untuk masa bakti periode 2024-2029. adalah cerminan politik dinasti hari ini. Anggota legislatif memang tidak sama persis dengan posisi penguasa, tetapi dalam sistem demokrasi hari ini, mereka punya banyak kuasa. Bahkan, posisinya sangat strategis untuk menjadi mitra penguasa dalam menentukan kebijakan negara, juga dalam memuluskan agenda dan kepentingan penguasa. Tanpa memperdulikan nasib rakyatnya.


selain fungsi aspirasi, para wakil rakyat ini juga memiliki fungsi legislasi, anggaran, maupun pengawasan. Tiga fungsi ini jelas berhubungan langsung dengan pihak pemegang kekuasaan. Oleh karena itu, terbuka peluang kerja sama saling menguntungkan antara anggota dewan dengan penguasa. Mereka bisa bekerja sama untuk melanggengkan kekuasaan penguasa, sekaligus jalan untuk meraih peluang yang sangat menguntungkan bagi kedua belah pihak.


Kapitalisme-Demokrasi lahirkan Politik Dinasti 


Politik dinasti adalah satu keniscayaan dalam demokrasi. Kemenangan yang didasarkan kepada suara terbanyak membuat semua partai berusaha meraihnya. Selain itu, demokrasi adalah sistem politik berbiaya mahal, hanya mereka yang bermodal besarlah yang mampu maju dan menjadi wakil partai sehingga individu yang berkualitas, tetapi miskin modal, terhalang untuk maju menjadi calon anggota dewan. Alhasil, partai-partai pun lebih memilih orang bermodal besar sebagai calon mereka untuk duduk di kursi lembaga perwakilan. Mahar politik menjadi tradisi yang tidak terelakkan. Ketika ambisi parpol untuk meraih kemenangan bertemu dengan syahwat politik individu pemilik modal, maka terwujudlah politik dinasti .

Politik dinasti memang tidak selalu buruk. Namun, sistem demokrasi yang menjadikan kedaulatan di tangan rakyat dan suara terbanyak yang menang, telah menjadi jalan untuk meraih suara mayoritas. Wajar jika partai berkoalisi dengan penguasa karena kekuasaan memiliki beribu jalan untuk mencapai tujuan. 


Realitas hari ini menunjukkan, praktik demokrasi yang merupakan anak kapitalisme, cenderung berpihak kepada oligarki, penguasa sesungguhnya. Sementara itu, negara hanya menjadi fasilitator dan alat stempel kebijakan yang menguntungkan oligarki. Anggota dewan tinggal mengaminkan karena sejatinya mereka yang membangun politik dinasti, setali tiga uang dengan oligarki. Inilah bencana besar bagi rakyat yang diwakili oleh anggota dewan.


Wakil Rakyat dalam Islam

--


Parpol dan Wakil Rakyat dalam Islam telah tercantum pada surah Ali Imran: 104, Allah Swt. telah mewajibkan kaum muslim untuk membentuk sebuah partai politik yang berideologikan Islam sehingga bergabungnya seseorang menjadi bagian dari parpol tersebut merupakan wujud taatnya ia pada syariat. Bukan sebagai pembuat aturan. Bahkan, Allah Swt. menyebutkan orang-orang yang tergabung di dalam parpol tersebut adalah orang yang beruntung.


“Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS Ali Imran: 104).


Dalam sistem pemerintahan Islam, struktur ini disebut sebagai Majelis Umat. Anggota Majelis Umat dipilih dari individu-individu yang menjadi representasi umat atau rakyat.


Majelis Umat dalam sistem Khilafah memiliki dua peran. Peran pertama adalah menjadi rujukan khalifah dalam meminta nasihat atas berbagai urusan. Dalam hal ini, Majelis Umat memberikan pendapat atau dimintai pendapatnya oleh khalifah dalam berbagai hal praktis terkait dengan pengaturan urusan umat.


Peran kedua adalah mewakili umat dalam memberikan muhasabah lil hukam, yaitu mengontrol dan mengoreksi para pejabat pemerintahan. Majelis Umat mengontrol dan mengoreksi pelaksanaan tugas dan kebijakan penguasa. Tentu saja yang menjadi standar adalah aturan Allah dan Rasul-Nya, sebagaimana ditetapkan dalam Al-Qur’an dan Sunah. Majelis Umat mengingatkan penguasa apabila mereka mekanggar hak rakyat, melalaikan kewajibannya terhadap rakyat, menyalahi hukum Islam, atau menggunakan hukum selain yang ditetapkan Allah dan Rasul-Nya.


Peran Majelis Umat ini jelas berbeda dengan tugas dan wewenang anggota dewan dalam sistem demokrasi hari ini. Anggota Majelis umat dipilih dari anggota Majelis Wilayah. Anggota Majelis Wilayah akan memilih anggota Majelis Umat. Metode pemilihan ini merupakan metode yang praktis, sederhana, dan hemat biaya, tetapi menghasilkan wakil umat yang memiliki kapabilitas dan amanah.


Anggota Majelis Wilayah sendiri dipilih oleh umat secara langsung di masing-masing wilayah yang setara dengan provinsi dalam sistem pemerintahan hari ini. Mereka adalah representasi umat di masing-maing wilayah. Siapa pun ia, warga negara muslim, balig, dan berakal sehat dapat dipilih menajdi anggota Majelis Wilayah, laki-laki maupun perempuan. Demikian pula ahludz dzimmah, yaituwarga negara yang bukan muslim, dapat menjadi angota Majelis Wilayah dan Majelis Umat dengan batasan wewenang sesuai dengan aturan Islam.


Dalam sistem Islam, dengan kehidupan yang berlandaskan akidah Islam dan penerapan seluruh sistem kehidupan berdasarkan Islam secara kafah, individu rakyat adalah orang yang beriman dan bertakwa pada Allah dan memiliki sifat amanah. Hidup seorang muslim ditujukan untuk mencari rida Allah, bukan jabatan, kekuasaan, dan harta.


Kesadaran akan adanya pertanggungjawaban di akherat akan menjadi benteng penjaga para anggota Majelis Umat agar berada dalam ketaatan kepada Allah. Keanggotaan mereka dalam Majelis Umat merupakan bentuk fastabiqul khairat, sebagai bekal dalam menghadap Allah kelak. Kalaupun ada yang melanggar, maka sistem Islam memiliki mekanisme untuk menyelesaikannya dengan cara yang membuat jera.


Keberadaan Majelis Umat sebagaimana dalam tuntunan Islam akan menjaga tegaknya aturan Allah dan Rasul-Nya, dan menjadikan pengurusan rakyat berjalan dengan semestinya. Negara gemah ripah loh jinawi, baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur, negara yang sejahtera dalam curahan keberkahan Allah, yang menjadi cita-cita dan dambaan umat, akan terwujud nyata.

Posting Komentar

0 Komentar