Solusi Islam Atas Polemik Bencana
Salsabila (Pemerhati Remaja)
Pemerintah Kabupaten Sukabumi menetapkan status tanggap darurat bencana dalam sepekan ke depan pascabencana hidrometeorologi yang melanda daerah itu. Selain menetapkan status tanggap darurat, pemda juga sudah mendirikan posko tanggap darurat dan penanggulangan bencana di Pendopo Kabupaten Sukabumi (detik.com, 5/12/2024).
Bahkan Selama sepekan pertama bulan Desember telah terjadi 35 kejadian bencana alam di Indonesia yang didominasi oleh bencana hidrometeorologi. Sebanyak 24 jiwa meninggal dan 99.968 orang mengungsi (kompas.id, 10/12/2024).
Ironi
Indonesia adalah negara kepulauan tropis yang memiliki kekayaan alam berlimpah. Namun, Indonesia juga berada di wilayah yang rawan terhadap bencana alam.
Sudah diketahui secara geografis, Indonesia dilalui oleh Sirkum Pasifik atau yang lebih dikenal dengan Cincin Api Pasifik.
Sirkum Pasifik adalah sabuk seismik tempat bertemunya banyak lempeng tektonik. Sirkum pasifik membentuk sekitar 75 persen gunung berapi di dunia. Dari 452 gunung berapi yang ada di Sirkum Pasifik, sekitar 127-nya berada di wilayah Indonesia.
Selain itu, Indonesia memiliki curah hujan yang tinggi, sekitar 1.000 hingga 4.000 per tahunnya. Curah hujan yang tinggi membuat Indonesia rentan akan banjir dan juga longsor.
Apalagi, sebagian Indonesia memiliki banyak gunung dan dataran miring tidak stabil yang rentan mengalami longsor. Curah hujan yang tinggi disebabkan oleh wilayah Indonesia yang berada di khatulistiwa.
Alhasil, tidak heran jika nyaris tiap tahun BNPB melaporkan ada ribuan bencana terjadi di Indonesia dengan kerugian ekonomi dan sosial tidak terhitung besarnya. Padahal, berbagai dampak bencana yang terjadi di tahun-tahun sebelumnya belum pulih sepenuhnya.
Kondisi ni menuntut adanya sikap mental tanggap bencana pada diri semua pihak, terutama pada para penguasa yang menjadi pengurus rakyatnya. Namun sayangnya, setiap terjadi bencana pemerintah nyaris selalu gagap dan kalah cepat oleh LSM, ormas, parpol, atau masyarakat biasa.
Bahkan, pemerintah bersikap abai, lebih memilih kegiatan lain daripada melihat daerah bencana. Kalaupun mereka turun lapangan, tidak lebih sebagai bagian membangun citra, sehingga terkesan hanya seremonial semata.
Jadi wajar setiap bencana selalu muncul perdebatan, bantuan sering kali terlambat datang, dengan dalih lokasi sulit dijangkau. Alih-alih bicara soal upaya mitigasi prabencana, untuk tanggap darurat saat kejadian saja, sering kali berjalan lamban dan seadanya. Masyarakat sering kali menyelesaikan persoalan mereka secara swadaya. Wajar jika masyarakat memilih tidak terlalu berharap banyak pada pemimpinnya karena negara memang antara ada dan tiada.
Kepemimpinan ala Sekulerisme-Kapitalism
Paradigma pembangunan ala Sekuler kapitalistik membuat para penguasa tidak memilikirasa tanggung jawab, sensitivitas dan keinginan serius untuk menyolusi perihal bencana sejak dari akarnya. Bahkan, banyak kebijakan penguasa yang justru menjadi penyebab munculnya bencana hingga berpotensi mendatangkan bencana baru berikutnya.
Mayoritas penyebab dan dampak beberapa bencana selalu menunjuk pada kebijakan penguasa. Contohnya, penggundulan hutan dan alih fungsi lahan terutama di zona penyangga (hutan).
Begitu pun soal mitigasi bencana. Selama ini, masyarakat selalu jadi pihak yang disudutkan. Pengetahuan minimlah, tidak mau direlokasilah, tidak bisa diaturlah, dan sebagainya. Padahal semua menyangkut political will penguasa. Ketersediaan data dan informasi, minimnya pengetahuan masyarakat, ketersediaan teknologi, fasum, dan alat, semuanya adalah tanggung jawab para penguasa.
Solusi Islam
Dalam islam fungsi kepemimpinan adalah mengurusi urusan umat (raa’in) dan menjaga mereka (junnah). Oleh karenanya, penguasa wajib mengerahkan segala daya untuk menyejahterakan umat dan menjauhkan mereka dari semua hal yang membinasakan. Bahkan bukan hanya untuk urusan di dunia, tetapi juga urusan akhirat rakyatnya.
Dan ketika terjadi bencana, para penguasa dituntut untuk melakukan berbagai hal demi mencegah bencana, sekaligus menghindarkan masyarakat dari risiko bencana. Yang paling mendasar adalah dengan cara menerapkan aturan dan kebijakan yang tidak merusak lingkungan atau melakukan dan membiarkan hal-hal yang bisa mengundang azab Allah Taala
Pemimpin Islam akan membuat berbagai kebijakan khusus, mulai dari penataan lingkungan dikaitkan dengan strategi politik ekonomi Islam yang menjamin kesejahteraan orang per orang.
Adapun di tempat-tempat yang rawan bencana, harus ada kebijakan yang lebih khusus lagi. Tentu tidak hanya menyangkut kesiapan mitigasi risiko, tetapi juga soal manajemen kebencanaan (disaster management). Mulai dari pendidikan soal kebencanaan, pembangunan infrastruktur, serta sistem peringatan dini dan penanganan bencana yang lebih sistemik dan terpadu. Begitu pun soal sistem logistik kedaruratan, serta sistem kesehatan yang menjadi bagian integral dari sistem penanganan terpadu kebencanaan benar-benar akan diperhatikan.
Dengan demikian, persoalan bencana dapat diatasi dengan mudah dan tidak berlarut-larut karena penguasa hadir di tengah-tengah masyarakat.
0 Komentar