Oleh: Indha Tri Permatasari, S.Keb, Bd. (Aktivis Muslimah)
Kebijakan "gratis" tampaknya menjadi andalan pemerintah Prabowo Subianto dalam menjaring dukungan. Setelah meluncurkan Makan Bergizi Gratis (MBG) pada 6 Januari 2025, kini pemerintah merilis Periksa Kesehatan Gratis (PKG) yang dimulai pada 10 Februari 2025.
Program ini memiliki anggaran sebesar Rp4,7 triliun yang diambil dari APBN dan melibatkan 10.000 puskesmas serta 20.000 klinik swasta. PKG akan dijalankan bertahap, dimulai pada Februari 2025 dengan target 60 juta orang. Dalam lima tahun, pemerintah berharap 200 juta warga dapat dilayani oleh program ini.
PKG bertujuan meningkatkan kesadaran akan kesehatan dan mendeteksi penyakit sejak dini. Masyarakat dapat mengunduh aplikasi SATUSEHAT Mobile untuk mendapatkan tiket pemeriksaan. Mereka akan mengisi kuesioner dan bisa menggunakan tiket untuk memeriksa kesehatan di fasilitas kesehatan (faskes) selama 30 hari setelah ulang tahunnya. Jika kesulitan menggunakan aplikasi, masyarakat dapat langsung datang ke faskes.
Namun, program ini terkesan belum matang dan lebih mengarah pada pencitraan daripada menyelesaikan masalah kesehatan. Ada beberapa masalah yang mengemuka:
Masalah Kesehatan yang Tidak Teratasi
Ketakmerataan akses kesehatan adalah masalah utama yang masih belum diselesaikan. Data menunjukkan bahwa jumlah dokter di Indonesia masih jauh dari ideal, dengan perbandingan 1 dokter untuk 1.000 penduduk. Banyak daerah, terutama di luar Pulau Jawa, kesulitan mengakses dokter dan fasilitas kesehatan.
Keterbatasan Akses dan Sumber Daya
Ketimpangan distribusi dokter dan fasilitas kesehatan di daerah terpencil memperburuk kesulitan masyarakat dalam mendapatkan layanan. Faktor sosial-ekonomi juga mempengaruhi, di mana penduduk miskin sulit mengakses pelayanan kesehatan meskipun tinggal di daerah yang memiliki faskes yang memadai.
Program yang Terbatas dan Rumit
Dengan target hanya 60 juta orang pada tahun pertama, program ini diperkirakan hanya akan menjangkau sebagian kecil masyarakat. Selain itu, ketergantungan pada aplikasi dan ketidaksiapan beberapa faskes membuat program ini sulit diakses oleh semua kalangan, terutama di daerah terpencil.
Anggaran dan Potensi Penyalahgunaan
Pemerintah menyatakan akan mengurangi anggaran jika peminatnya rendah. Hal ini mengindikasikan ketidakpercayaan pada keberhasilan program. Di sisi lain, tingginya angka korupsi juga menjadi kekhawatiran bahwa dana yang besar ini bisa disalahgunakan.
Program Populis dalam Sistem Kapitalistik
Program-program seperti ini sering kali hanya dimaksudkan untuk pencitraan, tanpa menyelesaikan akar masalah. Sistem demokrasi kapitalistik lebih memprioritaskan kepentingan segelintir elit, sementara rakyat tetap terpinggirkan.
Dalam sistem kapitalistik, negara sering kali hanya berfungsi sebagai fasilitator bagi swasta, termasuk dalam hal kesehatan. Rumah sakit swasta, yang berorientasi pada keuntungan, lebih fokus pada kota-kota besar dan tidak akan membangun fasilitas di daerah terpencil.
Islam, di sisi lain, memandang kesehatan sebagai hak setiap warga negara. Dalam Islam, negara bertanggung jawab menyediakan layanan kesehatan yang merata tanpa memandang status sosial atau lokasi geografis. Negara wajib memastikan kebutuhan kesehatan rakyat tercapai melalui pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang dikelola oleh negara untuk kepentingan umat, bukan swasta.
Sistem Islam menjamin akses layanan kesehatan yang mudah dan merata, dengan pemeriksaan kesehatan gratis yang dilakukan secara terus-menerus. Sumber daya negara yang melimpah, seperti hasil pengelolaan SDA, akan digunakan untuk membangun fasilitas kesehatan yang dapat diakses oleh seluruh rakyat, termasuk daerah-daerah terpencil.
Dengan sistem ini, pemeriksaan kesehatan gratis bukanlah program sementara, melainkan bagian dari komitmen negara untuk kesejahteraan umat secara berkelanjutan.
0 Komentar